TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI : KONSEP DAN
PERKEMBANGANNYA
Hari Wibawanto
Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang
Pendahuluan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara
umum adalah semua yang teknologi
berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan
penyajian informasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 6). Tercakup
dalam definisi tersebut adalah semua perangkat keras, perangkat lunak,
kandungan isi, dan infrastruktur komputer maupun (tele)komunikasi. Istilah TIK
atau ICT (Information and Communication
Technology), atau yang di kalangan negara Asia berbahasa Inggris disebut
sebagai Infocom, muncul setelah
berpadunya teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya)
dan teknologi komunikasi sebagai sarana penyebaran informasi pada paruh kedua
abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang sangat pesat, jauh
melampaui bidang-bidang teknologi lainnya. Bahkan sampai awal abad ke-21 ini,
dipercaya bahwa bidang TIK masih akan terus pesat berkembang dan belum terlihat
titik jenuhnya sampai beberapa dekade mendatang. Pada tingkat global, perkembangan
TIK telah mempengaruhi seluruh bidang kehidupan umat manusia. Intrusi TIK ke
dalam bidang-bidang teknologi lain telah sedemikian jauh sehingga tidak ada
satupun peralatan hasil inovasi teknologi yang tidak memanfaatkan perangkat
TIK.
Membicarakan pengaruh TIK pada berbagai
bidang lain tentu memerlukan waktu diskusi yang sangat panjang. Dalam makalah
ini, kaitan TIK dengan proses pembelajaran disoroti lebih dibanding dengan
kaitannya dengan bidang lain. Tanpa mengecilkan pengaruh TIK di bidang lain, bidang
pembelajaran mendapatkan manfaat lebih dalam kaitannya dengan kemampuan TIK
mengolah dan menyebarkan informasi.
Perkembangan TIK
Bila dilacak ke belakang, terdapat beberapa
tonggak perkembangan teknologi yang secara nyata memberi sumbangan terhadap eksistensi
TIK saat ini. Pertama adalah temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada
tahun 1875. Temuan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penggelaran jaringan
komunikasi dengan kabel yang melilit seluruh daratan Amerika, bahkan kemudian
diikuti pemasangan kabel komunikasi trans-atlantik. Inilah infrastruktur masif pertama yang dibangun
manusia untuk komunikasi global. Memasuki abad ke-20, tepatnya antara tahun
1910-1920, terealisasi transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM yang
pertama (Lallana, 2003:5). Komunikasi suara tanpa kabel segera berkembang
pesat, dan kemudian bahkan diikuti pula oleh transmisi audio-visual tanpa
kabel, yang berwujud siaran televisi pada tahun 1940-an. Komputer elektronik
pertama beroperasi pada tahun 1943, yang kemudian diikuti oleh tahapan
miniaturisai komponen elektronik melalui penemuan transistor pada tahun 1947,
dan rangkaian terpadu (integrated
electronics) pada tahun 1957. Perkembangan teknologi elektronika, yang
merupakan soko guru TIK saat ini, mendapatkan momen emasnya pada era perang
dingin. Persaingan IPTEK antara blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur
(eks Uni Sovyet) justru memacu perkembangan teknologi elektronika lewat upaya
miniaturisasi rangkaian elektronik untuk pengendali pesawat ruang angkasa maupun
mesin-mesin perang. Miniaturisasi komponen elektronik, melalui penciptaan
rangkaian terpadu, pada puncaknya melahirkan mikroprosesor. Mikroprosesor
inilah yang menjadi ‘otak’ perangkat keras komputer, dan terus berevolusi
sampai saat ini.
Di lain pihak,
perangkat telekomunikasi berkembang pesat saat mulai diimplementasi-kannya
teknologi digital menggantikan teknologi analog yang mulai menampakkan
batas-batas maksimal pengeksplorasiannya. Digitalisasi perangkat telekomunikasi
kemudian berkonvergensi dengan perangkat komputer yang dari awal merupakan
perangkat yang mengadopsi teknologi digital. Produk hasil konvergensi inilah
yang saat ini muncul dalam bentuk telepon seluler. Di atas infrastruktur
telekomunikasi dan komputasi inilah
kandungan isi (content) berupa
multimedia, mendapatkan tempat yang tepat untuk berkembang. Konvergensi
telekomunikasi-komputasi-multimedia inilah yang menjadi ciri abad ke-21,
sebagaimana abad ke-18 dicirikan oleh revolusi industri. Bila revolusi industri
menjadikan mesin-mesin sebagai pengganti ‘otot’ manusia maka revolusi digital
(karena konvergensi telekomunikasi-komputasi-multimedia terjadi melalui
implementasi teknologi digital) menciptakan mesin-mesin yang mengganti (atau
setidaknya meningkatkan kemampuan) ‘otak’ manusia.
Indonesia pernah
menggunakan istilah telematika (telematics)
untuk maksud yang kurang lebih sama dengan TIK yang kita kenal saat ini. Encarta Dictionary mendeskripsikan telematics sebagai telecommunication+informatics (telekomunikasi+informatika)
meskipun sebelumnya kata itu bermakna science
of data transmission. Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui
jaringan telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai
bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Ide
untuk menggunakan mesin-belajar, membuat simulasi proses-proses yang rumit,
animasi proses-proses yang sulit dideskripsikan, sangat menarik minat praktisi
pembelajaran. Tambahan lagi, kemungkinan untuk melayani pembelajaran yang tak
terkendala waktu dan tempat, juga dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan dengan
itu mulailah bermunculan berbagai jargon berawalan e, mulai dari e-book,
e-learning, e-laboratory, e-education, e-library dan sebagainya. Awalan e- bermakna electronics yang secara implisit dimaknai berdasar teknologi elektronika digital.
Kebijakan Nasional bidang TIK
Menyadari pentingnya TIK sebagai bidang
yang berperan besar dalam pembangunan nasional, Kementerian Negara Riset dan
Teknologi memberikan arahan sektor-sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan
melalui kegiatan riset, antara lain: infrastruktur informasi, perangkat lunak,
kandungan informasi (information content),
pengembangan SDM dan kelembagaan, pengembangan regulasi dan standarisasi
(Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 5).
Infrastruktur Informasi
Infrastruktur
informasi terdiri atas beberapa aspek yang seluruhnya harus dibangun secara
paralel dan saling menunjang. Aspek pertama adalah jaringan fisikyang berfungsi
sebagai jalan raya informasi baik pada tingkat jaringan tulang-punggung maupun
tingkat akses pelanggan. Jaringan tulang punggung harus
mampu menghubungkan seluruh daerah Indonesia sampai wilayah pemerintahan
terkecil. Pada tingkat akses pelanggan harus memungkinkan tersedianya akses
yang murah dan memadai bagi masyarakat luas.
Aspek kedua menekankan pada kemanfaatan
sebesar-besarnya pengelolaan sumber informasi bagi seluruh komponen masyarakat.
Kondisi ini dapat dicapai melalui diwujudkannya interoperabilitas sumber daya
informasi yang tersebar luas sehingga dapat dimanfaatkan secara efisien dan
efektif oleh seluruh pemangku kepentingan.
Aspek terakhir
adalah pengembangan perangkat keras, baik di sisi jaringan maupun di sisi
terminal. Pengembangan ini harus dirancang berdasarkan
kebutuhan dan kondisi jaringan yang ada di Indonesia, dengan mengadopsi sistem
terbuka dan menanamkan tingkat kecerdasan tertentu untuk memudahkan integrasi
sistem dan pengembangannya di masa depan.
Perangkat Lunak
Pengembangan perangkat lunak diarahkan pada
realisasi sistem aplikasi yang mampu menunjang proses transaksi ekonomi yang
cepat dan aman, serta pengambilan keputusan yang benar dan cepat. Harga yang
terjangkau dan daya saing pada tingkat internasional merupakan salah satu
kriteria yang dipersyaratkan, khususnya mendukung kebijakan substitusi impor.
Perangkat lunak sistem operasi dengan
kehandalan tinggi dan kebutuhan sumber daya memori maupun prosesor yang minimal
serta fleksibel terhadap perangkat keras maupun program aplikasi yang baru,
merupakan prioritas yang harus dikembangkan. Program aplikasi juga perlu
dikembangkan, terutama yang terkait dengan sektor perekonomian, industri,
pendidikan, maupun pemerintahan.
Dalam mempercepat pengembangan dan
pendayagunaan perangkat lunak, perlu pula ditinjau implementasi konsep open source. Penerapan konsep open source ini diharapkan mampu
menggalakkan industri perangkat lunak dengan partisipasi seluruh lapisan
masyarakat tanpa melakukan pelanggaran hak cipta.
Kandungan Informasi
Kegiatan pengembangan kandungan informasi (information content) bertujuan melakukan penataan, penyimpanan, dan
pengolahan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi proses
pembangunan, pengorganisasian,
pencarian, dan pendistribusian informasi.
Kegiatan riset
dan pengembangan kandungan informasi diawali dengan pemetaan berbagai potensi
dan informasi nasional beserta pemodelan proses
information retrieval. Dengan demikian
implementasi information repository dan information
sharing merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan
teknologi informasi dan komunikasi.
Pemanfaatan maksimal kandungan informasi yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia dengan potensi lokal, akumulasi kekayaan seni dan budaya Indonesia
yang beraneka ragam dapat pula
dieksploitasi sebesar-besarnya untuk menghasilkan produk-produk seni budaya
yang berbasis multimedia.
Pengembangan SDM
Dalam pengembangan Sumber Daya Manusia
(SDM) diperlukan upaya peningkatan kemandirian dan keunggulan, yang salah
satunya adalah dengan mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan untuk
membentuk keahlian dan keterampilan masyarakat dan peneliti dalam bidang
teknologi yang strategis serta mengantisipasi timbulnya kesenjangan keahlian
sebagai akibat kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi dan
komunikasi.
Pengembangan Regulasi dan
Standarisasi
Program kajian regulasi meliputi penyusunan
Undang-Undang dan penyempurnaan berbagai kebijakan terkait bidang teknologi
informasi, komunikasi dan broadcasting.
Salah satunya adalah penyempurnaan Cetak Biru Telekomunikasi dan UU Telekomunikasi
No. 36/1999 yang sudah mulai ketinggalan dengan perkembangan teknologi dan
tuntutan masyarakat. Penyelesaian Rancangan UU tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan berbagai UU lain yang dapat mendorong pertumbuhan aplikasi IT sangatlah diharapkan
realisasinya pada tahun 2005-2025. Termasuk dalam kerangka regulasi ini adalah
mempercepat terlaksananya proses kompetisi yang sebenar-benarnya dalam
penyediaan jasa telekomunikasi sehingga dapat memberikan perbaikan kondisi
layanan, kemudahan bagi pengguna jasa, serta harga yang ekonomis.
TIK dalam Pembelajaran
Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di
Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan
siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan sebagai upaya melakukan penyebaran
informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara,
merupakan wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi
dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Kelemahan utama siaran radio
maupun televisi pendidikan adalah tidak adanya interaksi imbal-balik yang
seketika. Siaran bersifat searah, dari nara sumber belajar atau fasilitator
kepada pembelajar.
Introduksi komputer dengan kemampuannya
mengolah dan menyajikan tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan movie) memberikan peluang baru untuk
mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi. Bila
televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih-lebih bila materi
tayangannya adalah materi hasil rekaman), pembelajaran berbasis teknologi
internet memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed). Pembelajaran berbasis Internet
memungkinkan terjadinya pembelajaran secara sinkron dengan keunggulan utama
bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus berada di satu tempat yang
sama. Pemanfaatan teknologi video
conference yang dijalankan berdasar teknologi Internet, memungkinkan
pembelajar berada di mana saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer. Selain
aplikasi puncak seperti itu, beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan
lebih murah juga dapat dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK saat ini.
Buku Elektronik
Buku elektronik atau ebook adalah salah satu teknologi yang memanfaatkan komputer untuk
menayangkan informasi multimedia dalam bentuk yang ringkas dan dinamis. Ke
dalam ebook dapat diintegrasikan
tayangan suara, grafik, gambar, animasi, maupun movie sehingga informasi yang disajikan lebih kaya dibandingkan
dengan buku konvensional.
Jenis ebook
paling sederhana adalah yang sekedar memindahkan buku konvensional menjadi
bentuk elektronik yang ditayangkan oleh komputer. Dengan teknologi ini, ratusan
buku dapat disimpan dalam satu keping CD atau compact disk (kapasitas sekitar 700MB), DVD atau digital versatile disk (kapasitas 4,7 sampai 8,5 GB), ataupun flashdisk (saat ini kapasitas yang
tersedia sampai 4 GB). Bentuk yang lebih kompleks dan memerlukan rancangan yang
lebih cermat ada pada misalnya Microsoft
Encarta dan Encyclopedia Britannica
yang merupakan ensiklopedi dalam format multimedia. Format multimedia
memungkinkan ebook menyediakan tidak
saja informasi tertulis tetapi juga suara, gambar, movie dan unsur multimedia lainnya. Penjelasan tentang satu jenis
musik, misalnya, dapat disertai dengan cuplikan suara jenis musik tersebut
sehingga pengguna dapat dengan jelas memahami apa yang dimaksud oleh penyaji.
E-learning
Beragam definisi dapat ditemukan untuk e-learning. Victoria L. Tinio, misalnya,
menyatakan bahwa e-learning meliputi
pembelajaran pada semua tingkatan, formal maupun nonformal yang menggunakan
jaringan komputer (intranet maupun ekstranet) untuk pengantaran bahan ajar,
interaksi, dan/atau fasilitasi (Tinio, tt: 4). Untuk pembelajaran yang sebagian
prosesnya berlangsung dengan bantuan jaringan internet, sering disebut sebagai online learning. Definisi yang lebih luas dikemukakan pada working paper SEAMOLEC, yakni e-learning adalah pembelajaran melalui jasa elektronik
(SEAMOLEC, 2003:1). Meski beragam definisi namun pada dasarnya disetujui bahwa e-learning adalah pembelajaran dengan
memanfaatkan teknologi elektronik sebagai sarana penyajian dan distribusi
informasi. Dalam definisi tersebut tercakup siaran radio maupun televisi
pendidikan sebagai salah satu bentuk e-learning.
Meskipun per definisi radio dan televisi
pendidikan adalah salah satu bentuk e-learning,
pada umumnya disepakati bahwa e-learning
mencapai bentuk puncaknya setelah bersinergi dengan teknologi internet. Internet-based learning atau web-based learning dalam bentuk paling
sederhana adalah web-site yang
dimanfaatkan untuk menyajikan materi-materi pembelajaran. Cara ini memungkinkan
pembelajar mengakses sumber belajar yang disediakan oleh nara sumber atau
fasilitator kapanpun dikehendaki. Bila diperlukan, dapat pula disediakan mailing-list khusus untuk situs
pembelajaran tersebut yang berfungsi sebagai forum diskusi.
Fasilitas e-learning yang lengkap disediakan oleh perangkat lunak khusus yang
disebut perangkat lunak pengelola pembelajaran atau LMS (learning management system). LMS mutakhir berjalan berbasis
teknologi internet sehingga dapat diakses dari manapun selama tersedia akses ke
internet (Hari Wibawanto, 2006). Fasilitas yang disediakan meliputi pengelolaan
siswa atau peserta didik, pengelolaan materi pembelajaran, pengelolaan proses
pembelajaran termasuk pengelolaan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan
komunikasi antara pembelajar dengan fasilitator-fasilitatornya. Fasilitas ini
memungkinkan kegiatan belajar dikelola tanpa adanya tatap muka langsung di antara
pihak-pihak yang terlibat (administrator, fasilitator, peserta didik atau
pembelajar). ‘Kehadiran’ pihak-pihak yang terlibat diwakili oleh email, kanal chatting, atau melalui video
conference.
Aplikasi Lain
Selain e-book
dan fasilitas e-learning, berbagai
aplikasi lain bermunculan (dan kadang saling berintegrasi sehingga menimbulkan
sinergi) sebagai dampak ikutan perkembangan TIK terutama internet.
E-zine dari kata e-magazine, merupakan
bentuk digital dari majalah konvensional. Penerbitan majalah berformat digital
memungkinkan ditekannya ongkos produksi (karena tidak perlu mencetak) dan
distribusi (karena sekali diupload ke
server, seluruh dunia bisa mengaksesnya). Pemutakhiran isinya juga dapat
dilakukan dengan sangat cepat sehingga perkembangan mutakhir dapat disajikan
dengan lebih cepat. Termasuk dalam kategori e-zine
ini adalah e-newspaper yang berfokus
pada berita terkini dan e-journal
yang memfokuskan diri pada laporan hasil-hasil penelitian.
E-laboratory, merupakan bentuk digital dari fasilitas dan
proses-proses laboratorium yang dapat disimulasikan secara digital. Pada
dasarnya, perangkat lunak ini adalah perangkat lunak animasi dan simulasi yang
dapat dikemas dalam keping CD, DVD maupun disajikan pada web-site sebagai web-based
application (perangkat lunak yang berjalan pada jaringan internet).
Blog atau weblog adalah perkembangan mutakhir di bidang web-based application. Ide semula adalah menyediakan fasilitas electronic diary atau buku harian
elektronik untuk remaja. Pengguna dapat mengisi buku harian tersebut semudah
menulis email, mengunggah (upload) ke
server hanya dengan meng-klik ikon, dan hasilnya adalah tayangan tulisan di
layar browser. Pemakai internet di
manapun berada dapat melihat publikasi tersebut dengan mengakses alamat situs,
misalnya: http://hariwibawanto.wordpress.com. Dari sisi kandungan isi,
blok sekarang banyak berisi gagasan, ide, dan opini pribadi tentang satu
masalah yang menarik secara subyektif. Meskipun akurasi informasi yang tersaji
masih bisa diperdebatkan, tetapi yang penting adalah blog memungkinkan
seseorang tanpa pengetahuan desain web-site
dapat dengan mudah membuat web-site
pribadi dan mengelola maupun memutakhirkan isinya dengan sangat mudah.
Kemudahan lain adalah tersedianya banyak server blog gratis. Dalam konteks
pemanfaatannya bagi proses pembelajaran, kandungan isi blog pembelajar,
misalnya, dapat menjadi umpan balik bagi fasilitator.
Konteks Lokal: Universitas Negeri
Semarang
Salah satu syarat awal keterlibatan sivitas
akademika dalam dunia TIK modern adalah computer literate atau melek komputer.
Pendekatannya bisa top-down (dari
dosen turun ke mahasiswa) atau sebaliknya bottom-up
(dari mahasiswa naik ke dosen), atau dua-duanya berjalan simultan. Pendekatan ketiga itulah yang secara alami
terjadi di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Penetrasi
budaya masyarakat informasi yang ditularkan oleh perguruan tinggi besar di
Indonesia maupun luar negeri telah menjadikan sebagian dosen melek komputer dan melek internet lebh dulu dari rekan-rekannya yang lain. Aset inilah
yang secara alami melalui proses interaksi saling memerlukan, menjadi sarana
persebaran keterampilan (dan budaya) menggunakan komputer dan internet.
Penggarapan lebih serius dilakukan oleh UPT
Sumber Belajar dan Media melalui kegiatan-kegiatan pelatihan produksi
multimedia, perancangan situs web, dan sebagainya, yang berlangsung sejak tahun
2000. Dalam kegiatan-kegiatan pelatihan itulah dilakukan pengenalan pemanfaatan
komputer untuk pembelajaran, sehingga menimbulkan gairah belajar-mengajar
dengan fasilitas komputer.
Sejak itu, mulailah masing-masing jurusan
maupun program studi menyediakan fasilitas laboratorium komputer maupun
laboratorium produksi multimedia. Kebutuhan yang mendesak terhadap akses
internet mulai dilayani oleh warung internet yang bekerjasama dengan UPT
Perpustakaan, kemudian disusul oleh layanan serupa di Jurusan Fisika, Jurusan
Ekonomi, dan Jurusan Teknik Elektro.
Menyadari pentingnya akses Internet dan
fasilitas pembelajaran berbasis TIK lainnya, maka pada tahun 2006, melalui
program hibah kompetisi INHERENT Unnes berupaya menyatukan jaringan-jaringan
komputer lokal yang ada di 8 fakultas dengan menggunakan back-bone serat optik. Upaya itu berhasil dilakukan setelah Unnes
memenangkan hibah INHERENT (Unnes, 2006). Penyatuan jaringan lokal tersebut
memungkinkan dioperasikannya sistem informasi online yang mulai tahun 2007 dimanfaatkan sebagai sarana heregistrasi, yudisium, dan pengisian
KRS secara online. Pengembangan
selanjutnya adalah menyatukan beberapa kampus Unnes yang berada di lokasi lain
(misalnya: Program Pascasarjana di Bendan Ngisor dan PGSD di Karanganyar)
menjadi satu jaringan dengan kampus pusat di Gunungpati. Sayangnya,
keterbatasan anggaran rutin yang disediakan Unnes menjadikan rencana-rencana
tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan mengandalkan dana-dana dari program
hibah kompetisi. Tim-tim yang dibentuk
oleh Unnes mendapat tugas berat untuk mengajukan dan mempertahankan proposal
yang diajukan ke Direktorat Pendidikan Tinggi, bersaing dengan ratusan
perguruan tinggi lain (negeri maupun swasta), agar dapat didanai.
Beberapa permasalahan yang ditengarai
menjadi tantangan pemanfataan TIK bagi pembelajaran di Unnes antara lain
adalah:
- Adanya digital divide
dalam konteks lokal Unnes sendiri. Ada kesenjangan antara mahasiswa yang
memperoleh kekayaan informasi lebih dengan mahasiswa yang memiliki akses
informasi terbatas, baik akibat belum meratanya ketersediaan fasilitas,
kurangnya keterampilan mengakses informasi, kurangnya dukungan finansial,
maupun oleh sebab-sebab lain yang belum bisa diidentifikasi. Kesenjangan
digital ini juga terjadi pada level dosen dan sivitas akademika lainnya.
- Adanya resistansi atau penolakan baik yang bersifat statik
(berupa sifat malas berubah dan malas belajar) maupun agresif (perlawanan,
karena menjadi pihak yang ‘dirugikan’).
- Ketergantungan pada sumber dana yang berasal dari hibah
kompetisi menjadikan perkembangan TIK di Unnes tidak selalu berjalan
sesuai skenario ideal. Hal itu disebabkan
setiap program hibah yang diluncurkan Dikti senantiasa memiliki arah dan
fokus sendiri, dan tidak selalu bisa dikaitkan dengan implementasi TIK.
Peluang-peluang di Masa Depan
Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi maupun
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, termuat mata ajaran Teknologi Informasi
dan Komunikasi untuk SMP/MI maupun SMA/SMK/MA/MAK. Sampai saat ini belum ada
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang menghasilkan guru dengan
spesialisasi pengajar Teknologu Informasi dan Komunikasi. Sebagian besar guru
TIK di lapangan adalah guru yang berasal dari bidang keahlian kependidikan lain
yang kebetulan ‘bisa mengoperasikan komputer’ atau bahkan sarjana-sarjana
komputer. Ini merupakan peluang bagi LPTK seperti Unnes, baik dengan membuka
secara khusus program studi yang terkait dengan TIK ataupun membekali calon
guru dengan keterampilan TIK yang memadai sehingga tidak gamang menghadapi
penugasan sebagai guru TIK.
Ladang garapan lain yang seharusnya digarap
LPTK seperti Unnes adalah bidang pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran.
Kiranya program studi Kurikulum dan Teknologi Pendidikan (dengan penekanan pada
frasa terakhir, Teknologi Pendidikan)
tepat untuk menggarap bidang tersebut. Berikut adalah sebagian dari daftar
panjang bidang-bidang yang seharusnya digarap Unnes sebagai LPTK:
·
Kajian desain dan implementasi
bahan ajar multimedia;
·
Kajian teori-teori belajar
terkait proses pembelajaran online;
·
Kajian eksploratif pemanfaatan
jaringan Internet dalam proses pembelajaran;
·
Desain dan implementasi perangkat
lunak pembelajaran dengan berlandaskan pada teori belajar mutakhir;
·
Pemanfaatan secara kreatif
aplikasi-aplikasi berbasis internet yang telah ada menjadi alat bantu
pembelajaran;
·
Kajian pemanfaatan chatting, blogging, maupun teleconferencing pada proses
pembelajaran;
Penutup
Sebagai institusi yang menghasilkan guru
dan tenaga kependidikan lainnya, Unnes masih perlu membenahi dan terus
memperbaiki infrastruktur terkait teknologi informasi dan komunikasi. Perbaikan
infrastruktur TIK ini merupakan keniscayaan, mengingat pesatnya perkembangan
TIK pada umumnya dan yang terkait dengan proses pembelajaran pada khususnya.
Selain perbaikan infrastruktur, rekayasa sosial untuk mendekatkan sivitas
akademika dengan TIK perlu dilakukan mengingat bahwa adopsi teknologi hanya
berhasil baik apabila disertai dengan penyesuaian-penyesuaian budaya maupun
kebiasaan yang dibawa serta oleh teknologi tersebut.
Daftar Pustaka
Hari Wibawanto. 2006. Learning Management System. Handout.
Disajikan pada Training on ICT in Instruction
for Quality Improvement of Graduate Study di Universitas Udayana,
Denpasar.
Kementerian Negara
Riset dan Teknologi. 2006. Buku Putih. Penelitian Pengembangan dan Penerapan
IPTEK Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Tahun 2005-2025.
Jakarta: Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
Lallana, Emmanuel C. 2003. The Information Age. Manila: e-Asean Task Force
UNDP APDIP.
SEAMOLEC. 2003. e-Learning di Indonesia dan Prospeknya di
Masa Mendatang. Makalah. Disajikan pada Seminar Nasional E-Learning perlu E-Library di Universitas Kristen Petra Surabaya
pada 3 Februari 2003.
Unnes. 2006. Laporan
Akhir Pelaksanaan Program K-2. Semarang: Unnes
Tentang Penulis
Drs. Hari Wibawanto, M.T.
Menyelesaikan S1 di Jurusan Pendidikan
Teknik Elektronika IKIP Yogyakarta dan S2 di Fakultas Teknik Universitas
Gadjahmada Yogyakarta dengan spesialisasi Sistem Komputer dan Informatika.
Menjadi dosen Universitas Negeri Semarang sejak tahun 1991 setelah beberapa
saat lamanya menjadi staf redaksi bidang rekayasa dan ilmu-ilmu hayati pada
Ensiklopedi Nasional Indonesia.
Terlibat aktif dalam penyusunan hibah-hibah
kompetisi a.l.: Due-Like, SP4 Kompetisi, dan PHK K2 (Inherent). Saat ini sedang
menyelesaikan pendidikan S3 di Universitas Gajahmada Yogyakarta.